pasukan siber rusia pemilu venezuela

MANAJEMEN-TI.COM – Suhu keamanan Venezuela kembali menghangat. Setelah sebelumnya Pemilu sah yang diselenggarakan oleh salah satu negara latin itu dianggap tidak sah oleh oposisi dukungan Amerika Serikat (AS). Venezuela diguncang aksi protes sejak 10 Januari 2019 atau saat Maduro dilantik sebagai presiden untuk masa jabatan kedua. Oposisi memboikot pemilu Venezuela dan puncaknya Guaido memproklamirkan diri sebagai presiden sementara negara itu pada 23 Januari. Langkah tersebut tidak mendapatkan dukungan militer, meskipun didukung oleh AS dan sekutu-sekutu baratnya.

Sementara itu pemerintahan Nicolas Maduro yang berhasil memenangkan Pemilu sah di negeri itu mendapat dukungan solid dari Rusia, Turki, China, Iran, Bolivia, Kuba, dan Meksiko.

[Baca juga: Pemilu: Pentas Para Peretas]

Beberapa hari yang lalu, dikabarkan Rusia telah mengirimkan sekitar 100 personel militernya ke Venezuela pada Sabtu (23/3/2019). Lebih menarik lagi dikatakan bahwa di antara kontingen militer itu, terdapat pula personil keamanan siber. Informasi tersebut disampaikan sumber seorang pejabat AS yang berbicara dengan syarat anonim kepada Reuters, Selasa (26/3/2019).

Dikatakan pejabat itu, pasukan militer tersebut terdiri dari pasukan khusus, termasuk personel keamanan siber. Sputnik melansir bahwa sekitar 100 tentara Rusia tiba di Venezuela menggunakan dua pesawat, Antonov-124 dan Ilyushin Il-62, mendarat di Bandara Maiquetia.

Pejabat tersebut juga mengatakan bahwa AS menilai pengiriman militer Rusia ke Venezuela tersebut sebagia tindakan gegabah. Masuknya ahli keamanan siber diantara pasukan Rusia yang diperbantukan untuk Venezuela tersebut diduga untuk membantu pemerintahan Maduro dalam melakukan pengawasan dan perlindungan infrastruktur siber dan kritikal negara tersebut.

Sementara itu Kementrian Luar Negeri Rusia mengatakan bahwa kehadiran personel khusus di Venezuela telah diatur dalam perjanjian kerja sama militer-teknis antara kedua negara. Lavrov menuduh AS berupaya ‘merancang kudeta’ di negara produsen minyak itu. 

Sedangkan Mike Pompeo, menteri luar negeri AS, dilaporkan telah menghubungi Menlu Rusia Servey Lavrov dan memberi peringatan.

CNN dan Radio Free Europe melaporkan pada Senin (25/3/2019) bahwa dalam sambungan telepon Pompeo mengatakan pada Lavrov agar Rusia menghentikan “tindakan tidak konstruktif” itu. “Amerika jelas tidak akan berpangku tangan ketika Rusia memperburuk ketegangan di Venezuela,” kata juru bicara Menlu AS, Robert Palladino.

[Baca juga: VIDEO: Putin Ceramahi Kelly Soal Keamanan Siber dan Campur Tangan Negara]

Dia menjelaskan, dukungan konsisten Rusia kepada Presiden Nicolas Maduro bakal menambah penderitaan rakyat Venezuela yang mendukung oposisi Juan Guaido.

Sementara Rusia melalui juru bicara Kemenlu nya, Maria Zakharova, menuduh AS sengaja melontarkan “retorika agresif” soal Venezuela. Rusia sedang mengembangkan kerja sama dengan Venezuela yang secara ketat mematuhi konstitusi negara tersebut dan dengan penuh rasa hormat terhadap norma-norma hukumnya. Lebih lanjut Zakharova mengatakan bahwa pengiriman pasukan tersebut didasarkan pada kesepakatan yang telah ditandatangani pada Mei 2001. Rusia akan terus mengembangkan kerja sama yang saling menguntungkan dan konstruktif dengan Venezuela.  [mti/berbagai sumber/foto:indopos]