
MANAJEMEN-TI.COM — Berdasarkan data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), siber Indonesia pada 2018 tercatat diserang 225,9 juta kali. Tak hanya itu, kajian Frost & Sullivan yang diprakarsai Microsoft mengungkapkan potensi kerugian ekonomi Indonesia akibat insiden keamanan siber mencapai US$ 34.2 miliar atau Rp483 triliun (kurs Rp 14.120 per USD).
Angka itu setara dengan 3,7 persen total PDB Indonesia yang mencapai US$932 miliar. Nilai itu juga disebut jauh lebih besar ketimbang kerugian negara akibat illegal fishing dan illegal logging.
Menjelang debat keempat Pilpres 2019 yang mengangkat tema pertahanan-keamanan, ideologi, pemerintahan, dan hubungan internasional pada malam ini, ktitikan muncul dari pakar keamanan siber. Kedua capres dinilai belum memberikan konsep jelas terkait keamanan siber di Indonesia.
[Baca juga: Soal e-KTP Lagi, Apakah Single Identitiy Number = Satu Kartu Untuk Semua?]
Indonesia memang memiliki BSSN yang dibentuk Calon Petahana Joko Widodo pada 2018. Namun, badan ini disebut belum bekerja maksimal karena terkendala anggaran. Demikian diungkapkan oleh pengamat keamanan siber, Pratama Persadha pada Sabtu (30/03/2019).
Sementara itu di tempat terpisah sebelumnya Badan Siber dan Sandi Nasional (BSSN) dilaporkan mulai menyiapkan sejumlah strategi mengantisipasi serangan siber di pemilu 2019. Tiga ancaman utama yang diprediksi adalah aksi hack, leak, dan amplify.
Kepala BSSN Djoko Setiadi mengatakan strategi BSSN terangkum dalam tiga poin utama, yakni keamanan aplikasi pemilu, penguatan infrastruktur Teknologi Informasi KPU, dan edukasi literasi terhadap pihak yang terlibat langsung pada pemilu dan masyarakat. Tiga poin ini dilaksanakan lewat beberapa aksi.
[Baca juga: Pemilu, Pentas Para Peretas]
“Untuk pengamanan infrastruktur TI KPU meliputi proses identifikasi, proteksi, deteksi, penanggulangan, dan pemulihan,” kata Djoko saat memberi paparan dalam Rapat Koordinasi Nasional Persiapan Keamanan Pemilu 2019, di Hotel Grand Paragon, Jakarta Pusat, Rabu, 27 Maret 2019.
Djoko mengatakan untuk melaksanakan aksi ini, BSSN telah berkolaborasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Kementerian Luar Negeri, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan Badan Intelejen Negara (BIN).
[Baca juga: Indonesia tanda-tangani MLA Kejahatan Siber]
Selain itu, sejumlah tim khusus juga dibentuk. Mulai dari tim penilaian kerawanan TI KPU, tim keamanan jaringan dan komunikasi data, dan tim respon insiden. Djoko mengatakan BSSN juga mengusulkan pembentukan satu tim lain. “Tim monitoring siber yang merupakan usulan tambahan dari BSSN,” kata Djoko.
Ia menegaskan ancaman serangan siber sangat berpotensi merusak jalannya Pemilu. “(Jika) Ancaman tersebut terjadi secara masif maka penyelenggaraan pemilu 2019 akan sangat terganggu, karena efek sosial yang ditimbulkan sangatlah besar, terutama terkait kepercayaan terhadap penyelenggara dan kontestan pemilu,” kata Djoko.
Namun, Djoko meyakini dengan sinergi dan strategi pengamanan TI KPU, pelaksanaan pesta demokrasi Indonesia dapat berjalan aman serta kondusif. [mti/cnn/tempo/republika]