
MANAJEMEN-TI.COM – Dalam penerapan Teknologi Informasi (TI) pada setiap organisasi, manajemen kinerja mutlak harus menjadi perhatian serius baik bagi eksekutif bisnis maupun pengelola TI itu sendiri. Peter Drucker, guru manajemen, mengatakan bagaimana mungkin seseorang dapat mengelola sesuatu yang tidak dapat diukur. You can not manage what you can not measure, katanya. Maksud Drucker adalah bahwa bagaimana mungkin kita dapat mengetahui bahwa apa yang kita terapkan itu telah berhasil atau sejauh mana tingkat keberhasilannya jika kita tidak memiliki ukuran yang jelas. Sehingga lebih lanjut Drucker mengatakan, if you can’t measure it, you can’t improve it. Jika Anda tidak dapat mengukurnya, maka anda juga tidak dapat melakukan perbaikan-perbaikan. Karena hanya dengan mengetahui dimana posisi kita berada relatif terhadap sasaran yang ingin ditujulah maka kita bisa melakukan langkah-langkah untuk mendekatkan diri kita ke arah sasaran yang dituju.
Oleh karena itu banyak metode, alat bantu maupun best practice disusun untuk mendukung manajemen dalam melaksanakan fungsi penting ini. Metode-metode pengukuran kinerja tradisional seperti Return on Investment (ROI), misalnya, mencoba menangkap dampak finansial dari proyek dan sistem-sistem TI. Tapi metode seperti ini hanya menangkap sebagian saja dari nilai atau manfaat tangible yang dapat diberikan oleh TI. Terdapat pula metode yang lebih komprehensif seperti IT Balanced Scorecard (IT BSC), misalnya, yang mengevaluasi ukuran-ukuran nilai baik yang bersifat tangible maupun intangible.
(Baca juga: Lautan Framework Manajemen Kinerja)
Metode IT BSC dapat diangkat menjadi sebuah sistem manajemen yang memungkinkan perpaduan yang baik antara TI dengan bisnis. Sekaligus dapat menjadi alat komunikasi yang efektif bagi manajemen TI untuk menyampaikan dan melaporkan capaian-capaian serta nilai dari TI bagi bisnis organisasi.
Lebih jauh, mengkombinasikan metode dan praktik-praktik semacam ini dengan manajemen portofolio TI yang membantu pengelolaan berbagai program TI yang dikelola organisasi dapat menciptakan fondasi yang kuat bagi penerapan tata kelola TI yang lebih tepat pada organisasi.
(Baca juga: Harmonisasi Balanced Scorecard dan COBIT untuk IT Scorecard)
Fenomena IT Black Hole
Investasi organisasi untuk TI tumbuh dengan sangat ekstensif. Seringkali manajemen bisnis khawatir bahwa manfaat yang dapat dihasilkan dari investasi di TI tersebut tidak sebesar yang diharapkan. Kekhawatiran yang sama juga sering ditimbulkan akibat semakin tingginya biaya yang dihabiskan oleh Departemen TI, tanpa bukti yang jelas akan nilai yang dihasilkan dari biaya-biaya tersebut bagi bisnis perusahaan. Fenomena ini sering disebut dengan fenomena “IT Black hole”. Lubang Hitam (Black hole) adalah sebuah istilah yang digunakan untuk suatu area di ruang angkasa dimana memiliki massa yang sangat besar sehingga punya daya tarik yang sebegitu besarnya sehingga dapat menyedot segala sesuatu kepadanya dan apabila sudah masuk maka tidak ada yang dapat keluar melepaskan diri darinya. Nah, seolah IT itu seperti black hole yang menyedot dana terus menerus, tapi tidak jelas apa yang keluar/dihasilkan darinya. Sudah banyak yang dana dikeluarkan, tapi belum kelihatan yang masuk.
(Baca juga: Yakinkan Saya ERP Memang Bernilai dan Artikel lanjutannya)
Begitulah karenanya mendapatkan nilai bisnis dari TI dan mengukur nilai tersebut menjadi domain yang sangat penting dalam tata kelola TI. Fungsi ini merupakan tanggung jawab bersama dari manajemen bisnis dan TI. Mereka harus memperhitungkan biaya dan manfaat dari TI baik yang bersifat tangible maupun intangible. Oleh karena itu, manajemen kinerja TI yang baik menuntut baik bisnis maupun TI memahami betul bagaimana TI dapat berkontribusi dalam pencapaian tujuan-tujuan bisnis, baik di masa yang telah lalu maupun masa yang akan datang. Atau, dengan kata lain, mereka harus dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan kunci semacam ini:
- Jika saya mengeluarkan biaya ekstra untuk TI, apa pengembalian yang akan saya peroleh?
- Bagaimana kinerja TI saya jika dibandingkan dengan kompetitor-kompetitor saya?
- Apakah saya mendapatkan dari TI sesuai dengan yang dijanjikan sebelumnya?
- Bagaimana saya bisa belajar dari kinerja sebelumnya untuk mengoptimalkan kinerja organisasi ke depan?
- Apakah TI yang diterapkan di organisasi saya menggunakan strategi yang selaras dengan strategi bisnis?
Bagaimana? Sudah bisa belum menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas? [mti]
Penulis: Umar Alhabsyi, ST, MT, CISA, CRISC.
Cofounder & CEO iValueIT Consulting (PT IVIT Konsulindo)