
Microsoft dan Oracle telah mengumumkan sebuah kesepakatan kemitraan yang luas pada akhir Juni yang lalu. Sepintas, logika dibalik kesepakatan tersebut terlihat aneh.
Kesepakatan ini memungkinkan para pelanggan Oracle untuk menjalankan software nya –termasuk Java, Oracle Database dan WebLogic server—pada Hyper-Vhypervisor nya Microsoft, pada Azure cloud, ataupun pada server Windows. Software Oracle akan dibolehkan berjalan pada platform-platform Microsoft, yang berarti kedua perusahaan akan bekerja bersama untuk memperbaiki permasalahan apapun yang mungkin akan ditimbulkan.
Microsoft pada gilirannya akan menawarkan versi Java berlisensi penuh, berikut tool pengembangannya serta Oracle Linux pada Azure.
Kesepakatan ini sulit untuk dimengerti karena kedua perusahaan selama ini bersaing ketat dalam pasar database enterprise. Mengapa Microsoft mau menerima database Oracle dalam platform cloud Azure nya untuk bersaing dengan SQL Azure miliknya? Dan mengapa juga Oracle mau mengacaukan Oracle Cloud dengan mendorong Microsoft untuk menawarkan software-software Oracle di Azure?
Untuk dapat memahami apa yang sedang terjadi ini, penting untuk diketahui bahwa Oracle Cloud menunjukkan tren yang semakin lemah pada setiap bulannya, ungkap James Staten, analis dari Forrester Research kepada cio. “Public cloud milik Oracle sejauh ini kurang sukses, sehingga Oracle benar-benar membutuhkan cara lain untuk membawa software-software miliknya ke Cloud.”
Amazon sebelumnya telah ikut menjual teknologi-teknologi Oracle pada platform cloud miliknya (Amazon Web Services), sehingga menjadi masuk akal untuk kemudian juga menggaet Azure, lanjut Staten.
“Oracle tidak dapat berhenti pada Amazon. Azure saat ini bertengger di peringkat kedua dalam cloud publik, sehingga sangat wajar jika Oracle tertarik untuk memajang produk-produknya disana.” Toh Oracle juga masih dapat mengatakan bahwa teknologi miliknya akan berjalan optimal jika dijalankan pada platform Oracle Cloud miliknya sendiri untuk mempertahankan gengsinya.
Holger Mueller, analis dari Constellation Research, sepakat bahwa motivasi Oracle dalam kesepakatan tersebut adalah untuk membuat teknologinya tersedia tidak hanya pada cloud publik mereka saja. “Oracle sedang membawa databasenya pada penyedia cloud publik masa depan. Ini merupakan kejutan, ketika Google saat ini menjadi satu-satunya cloud publik yang tidak mendukung Oracle.”
Lalu apa yang didapat Microsoft dari kesepakatan ini? Mueller percaya bahwa Redmond (markas Microsoft, red.) sangat ingin memiliki akses ke Java. “Cloud AWS milik Amazon mendapatkan dukungan developer karena ia menawarkan Java, dan Microsoft sangat ingin untuk melakukan hal yang sama. Mereka ingin menjadi vendor IaaS nomor wahid, tapi jika ia tidak mendukung Java, maka keinginan itu akan hampir mustahil untuk dicapai,” pungkasnya.
Sebelumnya, Microsoft telah mendukung Java pada platform Azure nya, tapi para pelanggannya harus membawa sendiri Java mereka – dan lisensi sendiri untuk itu. Agar Java dapat sudah terinstal dan siap untuk digunakan di Azure, dengan semua tools yang dibutuhkan, maka Microsoft membutuhkan lisensi Java-nya sendiri.
Ketika Sun membeli Java, mereka tidak ingin memberikan lisensi kepada Microsoft karena tidak ingin semakin memperkuat Windows, kata Staten. Dengan meletakkan database Oracle pada Azure, maka Microsoft mendapatkan jalan untuk memperoleh lisensi Java dari pemilik baru Java tersebut.
Lalu bagaimana dengan database SQL punya Microsoft? Staten mengatakan bahwa sejak Azure diposisikan sebagai Windows di cloud, maka semua software yang berjalan sebelumnya di Windows juga harus dapat berjalan pula di Azure. “Kesepakatan ini bermakna bahwa tidak ada seorang pun yang dipaksa untuk meninggalkan Oracle jika mereka ingin menjalankan aplikasi-aplikasi merka di Azure cloud,” lanjutnya.
Sebenarnya, SQL bagi banyak organisasi bukanlah alternatif setara terhadap database Oracle yang lebih powerful dan scalable, ungkap Staten. “Tapi bagi Microsoft, setidaknya para pelanggan Oracle akan dapat melihat SQL Azure atau SQL yang berjalan di sebuah VM sebagai konsekuensi dari kesepakatan ini.”
Dalam kesepakatan ini, Microsoft akan harus membayar Oracle dengan jumlah yang signifikan atas lisensi Java. Secara finansial, maka Oracle terlihat yang akan mendapatkan manfaat utama dari kesepakatan ini dalam jangka pendek. Oracle juga mendapatkan manfaat dengan memastikan teknologi-teknolgoinya dapat digunakan pada platform yang mungkin suatu hari nanti akan menjadi public cloud terbesar.
Namun jika dilihat lebih jauh, sebenarnya Microsoft mungkin menang lebih besar. Hal ini karena Azure dan Hyper-V akan mendapatkan kredibilitas besar dengan didapatkannya sertifikasi sebagai platform untuk Java dan database Oracle. Hal ini membuat Microsoft Azure hampir menyamai AWS dan tentunya hal ini menguntungkan usaha-usaha atas public cloud berbasis VMWare.
Tapi mungkin manfaat terbesar akan didapatkan oleh para pelanggan enterprise dari Microsoft maupun Oracle. Kesepakatan ini membuat Azure sebagai platform yang lebih kompetitif, karena software Oracle sekarang telah didukung penuh dalam cloud milik Microsoft tersebut. Sebelumnya para pelanggan akan pergi ke AWS untuk mendapatkan dukungan serupa. Ditambah lagi, kompetisi yang semakin ketat yang akan selalu bagus untuk bisnis. [manajemen-ti/cio/picture:firstdistribution]